The Power of Emak-Emak Yang Kurang Melek Politik, Bahaya Loh

Sumber : Pexels

Ada fenomena baru di pemilu Indonesia kali ini yaitu Emak-Emak. Secara sederhana istilah emak-emak ini digunakan mewakili kaum perempuan Indonesia, karena semua perempuan itu ibu atau calon ibu dan tentu punya ibu. Pemilihan istilah emak dari bahasa Jakarta (Malayu) yang sebenarnya berarti ibu, sepertinya agar punya unsur keceriaan dan terasa lebih fleksibel. Dibanding menggunakan isitilah ibu, karena akan terkesan formal dan terlalu sensitif. Meskipun styrotipical, jenis emak-emak seperti yang biasa muncul di layar televisi itu ada di masyarakat dan lumayan menjual ketika digunakan dalam kampanye.

Para ibu ini memang dalam politik Indonesia modern tidak begitu terwakili. Mereka pernah menempati berbagai posisi mulai dari kepala desa hingga presiden, tapi tetap saja proporsinya tidak sesuai dengan populasi kaum perempuan secara keseluruhan. Sehingga terpaksa di DPR pun harus muncul sistem kuota wajib bagi perempuan, yang ternyata sangat susah dipenuhi partai. Padahal keterwakilan mereka sangat penting. Sebuah negara demokrasi tidak akan mungkin berjalan secara mulus dengan mengabaikan setengah dari populasinya. Mereka adalah bagian penting dari ekonomi, bahkan merekalah yang mengelola ekonomi secara harfiah (ekonomi = keuangan rumah tangga).

Yang sangat mengherankan adalah meskipun mereka rajin datang ke TPS dan secara statistik overwhelmingly pasti milih. Tapi mereka tidak begitu mengikuti berita politik seperti kaum lelaki, apalagi ikut ambil bagian dalam politik seperti menjadi anggota DPR. Secara kasat mata saja, hal ini jelas terlihat diacara televisi politik paling terkenal di Indonesia yaitu ILC. Mayoritas dan selalu, narasumber atau hadirinnya adalah kaum lelaki dan yang serius hingga berasa-asap nonton di rumah adalah kaum lelaki pula. Untungnya fenomena dominasi kaum lelaki seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja tapi di seluruh dunia.

Penyebab mengapa mereka tidak begitu melek politik meskipun tinggal di negara paling demokratis sekalipun, sepertinya banyak. Di dunia binatang seperti Singa yang kerja keras mencari mangsa dan merawat babies adalah para betina pairaan raja. Tapi sang raja lah yang memimpin dan begitulah hukum alam yang berlaku, sehingga mungkin faktor genetik sangat berpengaruh. Politik jika dirunut kebelakang dalam sejarah manusia memang merupakan sistem patriarki, jumlah suku matrilinear dengan kekuasaan penuh di tangan perempuan pun bisa dihitung dengan jari di dunia ini. Bahkan pada suku yang menganut sistem demikian, para lelakilah yang sebenarnya menjalankan pemerintahan.

Perempuan baru diberi hak pilih lama setelah kaum lelaki dan bahkan ketika sudah bisa memilih pun mereka masih dilarang dipilih, tidak heran jika politik seolah hanya diperuntukkan bagi lelaki. Mungkin film yang cukup memberi gambaran bagaimana perjuangan perempuan di dunia politik adalah The Iron Lady dan The Queen (atau The Crown di Netflix). Perjuangan dua wanita Inggris dari bawah dengan pengalaman awal yang minim dan kebiasaan lama yang sangat rigid.

Bagi mereka, politik akan sangat melelahkan. Para ibu harus mengurangi peran mereka di rumah sebagai emak, karena menjadi politisi adalah profesi yang jam kerjanya 24/7. Perdana Menteri New Zealand baru-baru ini menjadi viral ketika menyusui bayinya di PBB. Belum lagi dengan drama politik baru setiap hari yang akan menguras pikiran dan tenaga dan bahkan beresiko tindakan kekerasan fisik bagi yang ikut-ikutan ambil bagian. Yaah mungkin para ibu suka dengan drama, tapi drama yang di layar kaca bukan drama beneran yang taruhannya terlalu besar.

Tapi efek negatif dari kurang melek politik ini akan sangat berbahaya. Para perempuan kulit putih Amerika contohnya, pada pilpres 2016 mayoritas mereka memilih Trump. Bayangkan kalau para emak-emak di seantero Indonesia memilih berdasarkan harga tempe, tanpa mempertimbangkan berbagai aspek lain secara luas. Atau karena satu pasang calon tertentu ganteng, sering muncul di iklan Pertamina dst. Karena pemilih yang tidak begitu tau banyak informasi akan sangat mudah diarahkan, dimanipulasi dengan hal-hal sepele namun terstruktur dan sistematis.

Ala emak kawinkan aku….

4 thoughts on “The Power of Emak-Emak Yang Kurang Melek Politik, Bahaya Loh

  1. Kesimpulannya pilih Jokowi apa Prabowo? Haha hihi..
    Eamng bener dan terutama kalau saya perhatikan terutama di sosmed. Banyak orang yg berdebat hanya berdasarkan satu berita yg belum tentu kebenarannya.
    Garis besar yg paling saya amati adalah soal tuduhan.
    Misalnya orang atau kelompok yg mengatasnamakan pro Prabowo menyebut Kelompok Jokowi munafik. Begitu pula sebaliknya orang/kelompok yg mengatasnamakan pro Jokowi menyebut kelompok lawan sebagai kelompok radikal.
    Padahal mungkin saja ada salah satu tokoh dr pihak lawan yg memang seperti apa yg di tuduhkan. Tapi itu tidak mewakili semua.
    Dan yg bikin saya heran mereka (kalangan bawah) saling hujat.
    Satu kalimat yg penting menurut saya kalimat terakhir “Emak kawinkan aku”
    Hahahahahaha

Leave a comment